I can’t fight this feeling any longer
And yet I’m still afraid to let it flow
What started out as friendship has grown stronger
I only wish I had the strength to let it show
And even as I wander
I’m keeping you in sight
You’re a candle in the window
On a cold, dark winter’s night
And I’m getting closer than I ever thought I might
And I can’t fight this feeling anymore
I’ve forgotten what I started fighting for
It’s time to bring this ship into the shore
And throw away the oars
Baby I can’t fight this feeling anymore
My life has been such a whirlwind since I saw you
I’ve been running round in circles in my mind
And it always seems that I’m following you, girl
‘Cause you take me to the places that alone I’d never find
And even as I wander
I’m keeping you in sight
You’re a candle in the window
On a cold, dark winter’s night
And I’m getting closer than I ever thought I might
And I can’t fight this feeling anymore
I’ve forgotten what I started fighting for
It’s time to bring this ship into the shore
And throw away the oars forever
‘Cause I can’t fight this feeling anymore
I’ve forgotten what I started fighting for
Even if I have to crawl up on your floor
Come crashing through your door
Baby, I can’t fight this feeling anymore.
Jumat, 24 Desember 2010
ON MY OWN
On my own, prentending he’s beside me.
All alone, I walk with him till morning.
Without him, I feel his arms around me,
and when I lose my way I close my eye’s and he has found me.
In the rain, the pavement shines like silver.
All the lights are misty in the river.
In the darkness the trees are full of starlight,
and all I see is him and me forever and forever.
And I know it’s only in my mind,
that I’m talking to myself, and not to him.
And although, I know that he is blind, still I say,
there’s a way for us.
I love him, but when the night is over,
he is gone, the river’s just a river.
Without him, the world around me changes.
The trees are bare and everywhere the streets are full of strangers.
I love him, but everyday I’m learning
that all my life I’ve only been pretending!
Without me, his world would go on turning
The world is full of happiness that I have never known!
I love him,
I love him,
I love him, but only on my own.
All alone, I walk with him till morning.
Without him, I feel his arms around me,
and when I lose my way I close my eye’s and he has found me.
In the rain, the pavement shines like silver.
All the lights are misty in the river.
In the darkness the trees are full of starlight,
and all I see is him and me forever and forever.
And I know it’s only in my mind,
that I’m talking to myself, and not to him.
And although, I know that he is blind, still I say,
there’s a way for us.
I love him, but when the night is over,
he is gone, the river’s just a river.
Without him, the world around me changes.
The trees are bare and everywhere the streets are full of strangers.
I love him, but everyday I’m learning
that all my life I’ve only been pretending!
Without me, his world would go on turning
The world is full of happiness that I have never known!
I love him,
I love him,
I love him, but only on my own.
UP to the sky with ballon :)
Dapet film UP dari laptop temen, saat aku tonton awalnya ternyata bikin aku nangis. *cengeng bgt masih awal udah nangis :p. UP adalah film animasi computer yang diproduksi oleh Pixar Animation Studios. Tema film ini adalah persahabatan. Cerinyanya seperti ini, chech it dot! Seorang bocah pemalu berusia 8 tahun bernama Carl Fredricsen berkenalan dengan Ellie, cewek yang rada aneh dan baweknya setengah mati pada tahun 1939. Carl dan Ellie sama-sama suka berkhayal dan berpetualang. Itulah sebabnya mereka cepat akrab dan bersahabat. Mereka sangat mengidolakan tokoh Charles Muntz. Ellie sangat ingin memiliki rumah di Paradise Falls yang merupakan tempat Charles Muntz menemukan burung langka.
Beberapa tahun kemudian, Carl dan Ellie digambarkan telah dewasa dan mereka eng-ing-eng menikah :). Rumah persembunyian masa kecil disulap menjadi rumah tinggal mereka. Nasib buruk menimpa Ellie, ternyata dia tidak bisa memiliki seorang anak. Tetapi, mereka tetap hidup dengan bahagia. Yey! Sekarang mereka memutuskan untuk mewujudkan impian mereka, yep, tinggal di Paradise Falls. Mereka terus menabung dan menabung setiap hari.
Saat tabungan ke Paradise Falls sudah cukup banyak, tiba-tiba Ellie meninggal karena usia tua :(. Poor, Carl! Carl kini menjadi kakek-kakek kesepian yang merindukan sahabat dan istrinya, Ellie.
Kini rumah Carl dikelilingi gedung2 bertingkat. Carl tidak mau menyerahkan rumahnya ke pengembang kota dan tidak mau pergi ke panti jompo. Namun, suatu hari Carl mencederai seorang petugas kontraktor yang berusaha menasihatinya untuk segera pindah. Akhirnya, Carl diminta untuk pergi ke persidangan. Daripada pergi ke persidangan, Carl memutuskan untuk membawa rumahnya pergi. (?) Beribu-ribu balon udara dipasang untuk memudahkan dia untuk mengangkat rumahnya. Tanpa diduga, Carl ditemani Russel, yaitu seorang pramuka cilik yang berusaha mendapatkan lencana “Membantu Orang Tua” dan berpetualang ke Paradise Falls.
Di tengah perjalanan, mereka jatuh di hutan dan bertemu dengan anjing bernama Dug dan Kevin si burung. Ternyata, mereka sudah dekat dengan Paradise Falls :o . Tidak hanya itu, mereka juga bertemu dengan Charles Muntz. Pssst, ternyata tokoh Charles Muntz itu jahat loh!
Yang belum nonton film ini, cepet-cepet deh nonton :p . gag nyesel deh!
Beberapa tahun kemudian, Carl dan Ellie digambarkan telah dewasa dan mereka eng-ing-eng menikah :). Rumah persembunyian masa kecil disulap menjadi rumah tinggal mereka. Nasib buruk menimpa Ellie, ternyata dia tidak bisa memiliki seorang anak. Tetapi, mereka tetap hidup dengan bahagia. Yey! Sekarang mereka memutuskan untuk mewujudkan impian mereka, yep, tinggal di Paradise Falls. Mereka terus menabung dan menabung setiap hari.
Saat tabungan ke Paradise Falls sudah cukup banyak, tiba-tiba Ellie meninggal karena usia tua :(. Poor, Carl! Carl kini menjadi kakek-kakek kesepian yang merindukan sahabat dan istrinya, Ellie.
Kini rumah Carl dikelilingi gedung2 bertingkat. Carl tidak mau menyerahkan rumahnya ke pengembang kota dan tidak mau pergi ke panti jompo. Namun, suatu hari Carl mencederai seorang petugas kontraktor yang berusaha menasihatinya untuk segera pindah. Akhirnya, Carl diminta untuk pergi ke persidangan. Daripada pergi ke persidangan, Carl memutuskan untuk membawa rumahnya pergi. (?) Beribu-ribu balon udara dipasang untuk memudahkan dia untuk mengangkat rumahnya. Tanpa diduga, Carl ditemani Russel, yaitu seorang pramuka cilik yang berusaha mendapatkan lencana “Membantu Orang Tua” dan berpetualang ke Paradise Falls.
Di tengah perjalanan, mereka jatuh di hutan dan bertemu dengan anjing bernama Dug dan Kevin si burung. Ternyata, mereka sudah dekat dengan Paradise Falls :o . Tidak hanya itu, mereka juga bertemu dengan Charles Muntz. Pssst, ternyata tokoh Charles Muntz itu jahat loh!
Yang belum nonton film ini, cepet-cepet deh nonton :p . gag nyesel deh!
HELLO
I’ve been alone with you inside my mind
And in my dreams I’ve kissed your lips a thousand times
I sometimes see you pass outside my door
Hello, is it me you’re looking for?
I can see it in your eyes
I can see it in your smile
You’re all I’ve ever wanted, (and) my arms are open wide
‘Cause you know just what to say
And you know just what to do
And I want to tell you so much, I love you …
I long to see the sunlight in your hair
And tell you time and time again how much I care
Sometimes I feel my heart will overflow
Hello, I’ve just got to let you know
‘Cause I wonder where you are
And I wonder what you do
Are you somewhere feeling lonely, or is someone loving you?
Tell me how to win your heart
For I haven’t got a clue
But let me start by saying, I love you …
Hello, is it me you’re looking for?
‘Cause I wonder where you are
And I wonder what you do
Are you somewhere feeling lonely or is someone loving you?
Tell me how to win your heart
For I haven’t got a clue
But let me start by saying … I love you
And in my dreams I’ve kissed your lips a thousand times
I sometimes see you pass outside my door
Hello, is it me you’re looking for?
I can see it in your eyes
I can see it in your smile
You’re all I’ve ever wanted, (and) my arms are open wide
‘Cause you know just what to say
And you know just what to do
And I want to tell you so much, I love you …
I long to see the sunlight in your hair
And tell you time and time again how much I care
Sometimes I feel my heart will overflow
Hello, I’ve just got to let you know
‘Cause I wonder where you are
And I wonder what you do
Are you somewhere feeling lonely, or is someone loving you?
Tell me how to win your heart
For I haven’t got a clue
But let me start by saying, I love you …
Hello, is it me you’re looking for?
‘Cause I wonder where you are
And I wonder what you do
Are you somewhere feeling lonely or is someone loving you?
Tell me how to win your heart
For I haven’t got a clue
But let me start by saying … I love you
Selasa, 21 Desember 2010
Can't Stop Us Now
Beautiful Story of Miyuki Kobayashi
Sekarang sudah memasuki bulan Juni. Sebuah bola sepak menggelinding di tengah lapangan. Seorang cowok berseragam putih bernomor punggung sepuluh dengan napas yang memburu dan otot kaki yang tegang melompat terbang seperti burung yang mengepakkan sayapnya, lalu menyepak bola. Sesaat waktu terasa berhenti. Bola bergulir masuk ke gawang.
Ya, aku melihatnya. Dia mempunyai sayap yang tak tampak sehingga bisa melompat di udara seperti tadi. Sesuai dengan namanya, Tsubasa (sayap).
Kapten klub sepak bola itu ganteng, kan? Sepertinya setiap hari aku bisa jatuh cinta padanya. Namanya Tsubasa Oishi, sedangkan namaku Kaho Hirooka. Aku adalah manajer klub sepak bola. Aku dan Tsubasa sudah berpacaran selama satu tahun. Jadi, cowok ganteng itu pacarku. Aku jadi malu sendiri.
”Terima kasih!”
”Sampai jumpa!”
”Bye, bye!”
Latihan sepak bola sudah selesai, kami mau pulang ke rumah masing-masing. Di gerbang sekolah, kami berpisah dan saling melambaikan tangan. Aku dan Tsubasa sekarang sudah naik ke kelas tiga SMP.
” Kaho, besok bikinin biskuit lagi, ya!”
”Mau lagi?”
”Boleh kan? Lagi pula kamu nggak ada kerjaan, kan?”
Huh! Dasar Rihito! Nama lengkapnya Rihito Arisue. Dia anggota klub sepak bola, kelas dua SMP. Padahal dia adik kelasku, tetapi dari awal sudah sok akrab dan cerewet.
Dia cocok sekali pakai kemeja putih seragam sekolah kami dengan dasi acak-acakan. Wajahnya tampan dengan mata yang lebar. Rihito tampak lebih dewasa daripada tahun lalu.
”Enak saja bilang aku nggak ada kerjaan! Sebentar lagi aku ujian kelulusan!”
”Semuanya sibuk kursus. Tapi yang nggak pergi kursus Cuma Kaho saja.”
”Karena di rumah, Kak Maho sudah jadi guru privatku”
”Oh, iya. Wah, enak kalau di rumah ada mahasiswa Universitas Tokyo.”
Maho adalah kakak tertuaku. Mulai tahun kemarin, dia menjadi mahasiswa tingkat dua di Universitas Tokyo.
”Malam ini kami mau belajar buat persiapan ujian akhir.”
”Padahal biskuitnya Kaho yang paling enak. Aku kan cerewet soal rasa.”
”Ya, sudah. Tapi yang plain saja, ya!”
”Boleh. Lalu, kemarin yang rasa teh juga enak, lho!”
”Oke, kubuatin malam ini.”
”Benar? Kalau begitu malam ini aku pergi ke rumah Kaho untuk makan.”
”Kamu mau datang lagi?”
”Tunggu, tunggu! Ini nggak bisa dibiarin!” Tiba-tiba Sumire memotong obrolan kami.
Sumire Ito adalah teman sekelasku. Sama seperti aku, dia juga manajer sepak bola. Sumire pun kalau nggak cerewet seperti itu, pasti cantik dan jadi pujaan cowok.
”Rihito mau ke rumah Kaho?”
“Ya, orang tua kami kan teman akrab.”
”Benar Cuma itu alasannya?”
”Hm, sebenarnya aku pingin merebut Kaho dari Tsubasa.”
Lagi-lagi dia berkata seperti itu! Tentu saja Tsubasa yang ada di samping Sumire kaget. Tetapi Sumire malah teryawa sinis.
”Rihito, sebaiknya kamu menyerah saja! Kamu tahu kan bagaimana hubungan mereka? Hei, Kaho, Tsubasa, kalian sudah pakai kupon yang kuberikan waktu karyawisata sekolah, kan?”
Hyaaaa!
”Hei, Sumire! Jangan teriak-teriak gitu, dong!”
Maksud kupon itu adalah potongan tarif untuk Love Hotel. Ah, tapi jangan salah sangka dulu! Aku belum pernah masuk ke tempat itu sekalipun. Sebenarnya Sumire lah yang memaksa kami untuk menerimanya karena hotel itu dikelola papanya. Hubunganku dan Tsubasa nggak seperti itu!
”Bagaimana? Kalian melewati saat-saat yang menyenangkan?” Sumire sengaja mengucapkannya di depan Rihito.
Aku dan Tsubasa menggeleng dengan muka memerah. ”Kami nggak pakai.”
”Belum dipakai?”
”Nggak akan.”
”Kalian harus menerima kebaikan orang lain, dong!”
”Sumire, suaramu terlalu besar.”
”Kupikir kalian sudah memakainya. Ini kukasih lagi.” Dari dalam tasnya, Sumire mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih.
”Sudahlah. Kami nggak perlu pakai itu.”
”Jangan malu-malu. Papaku juga sudah kasih izin.”
”Kami nggak ada rencana kesana.”
Bagaimana sih papanya Sumire? Ayah dan anak sama saja. Kami kan baru kelas tiga SMP.
”Bukan apa-apa!” sahutku panik.
”Kenapa kamu, Kaho? Nggak ada yang perlu disembunyiin, kan?” Suara Rihito menajam.
”Payah nih, Sumire! Aku dikasih juga, dong!” Rihito merebut kupon itu dari tangan Sumire.
”Nggak boleh!” Dengan panik kurebut amplop itu dari Sumire dan langsung memasukkannya ke dalam tasku.
”Kenapa kamu, Kaho?”
”Ini rahasia cewek. Ya, kan Sumire?”
”Ya.” Sumire tertawa mengejek. ”Hihiiii ternyata Kaho mau juga kuponnya.”
”Bu, bukan begitu...”
”Pulang, yuk!” teriak Sumire, lalu mengibaskan ujung rok seragamnya.
”Sampai jumpa!” kata semua sambil melambaikan tangan.
Aku menghela napas panjang.
”Payah sekali Sumire,” gerutu Tsubasa sambil menggaruk kepalanya.
”Ya.” Aku menghela napas panjang lagi.
Siang hari di bulan Juni rasanya memang sangat panjang. Meskipun sudah sore, tapi masih terang. Tanaman di pinggir jalan berkilauan memantulkan warna hijaunya. Udara terasa lembab.
Tahun ini juga aku harus mengucapkan selamat tinggal pada klub sepak bola. Sebenarnya aku nggak mau. Perasaanku jadi sedih kalau mengingatnya. Dimanakah aku berada tahun depan? Apa ada SMA yang bisa dimasuki oleh anak bodoh sepertiku?
Tsubasa bilang kalau dia ingin aku masuk SMA yang sama dengannya. Aku senang mendengarnya tetapi sebenarnya tingkat kepintaran kami berbeda. Seperti jurang antara mimpi dan kenyataan.
” Kaho, ayo pulang!”
”Ya.” Aku mengangguk
Poni Tsubasa menutupi dahinya. Dia tersenyum. Aku sangat suka senyumnya itu. Seperti biasa, aku dan Tsubasa berjalan beriringan.
” Kaho, bagaimana kalau kita mampir ke toko buku?”
”Ayo!”
”Aku mau membeli buku referensi.”
”Wah, mau belajar untuk ujian, ya?”
”Tentu saja. Siapa dulu, Tsubasa!”
Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara tinggi yang manja dan manis seperti permen. Aku dan Tsubasa menoleh dan melihat lima orang anak cewek berseragam SMP yang sama denganku.
Mereka tampak seperi anak kelas satu.
”Ayo, cepat!”
”Ayo, bilang!”
Mereka berlima saling sikut-menyikut dengan pipi memerah.
”Nggak, ah! Malu!”
Mereka berlima ribut sendiri. Salah satu dari mereka berkata, ”Kami semua penggemar Kak Tsubasa. Selamat berjuang untuk pertandingan terakhir nanti, ya!”
Hm, pertandingan terakhir. Tetapi bagi kami murid kelas tiga, pertandingan bulan Juni ini merupakan upacara terakhir.
”Bolehkah kami berfoto bersama Kakak?”
Lalu mereka menggerumuni Tsubasa. Tsubasa sampai terkejut. Aku terdorong sampai jatuh ke aspal. Pada saat yang bersamaan terdengar suara blitz kamera.
“Terima kasih!” kata anak-anak itu.
Mereka berteriak-teriak sambil melarikan diri.
” Kaho, kamu nggak apa-apa?” Dengan panik Tsubasa berjongkok melihat keadaanku. ”Kejamnya mereka!” Tsubasa mengulurkan tangan.
Sesaat aku merasa sedih lalu mencoba berdiri lalu menepuk-nepuk rokku untuk menepiskan pasir dan debu.
”Kamu terluka?”
”Nggak kok, sudahlah. Ayo, kita ke toko buku.”
”Ya.”
Toko buku itu ada di sebelah sekolah. Bangunannya terdiri dari dua lantai dan cukup luas. Tanpa kebingungan aku dan Tsubasa langsung masuk ke lantai satu dan menuju ke sudut yang terdalam, tempat buku referensi ujian.
Setelah mengambil buku referensi bahasa Inggris, Tsubasa membukanya. Aku membuka-buka secara acak buku panduan SMA di Jakarta.
“Mau masuk SMA mana?”
“Hm, yang mana ya?”
“Mau negeri atau swasta?”
Obrolan seperti itu membuatku agak tertekan. Aku memang merindukan hari-hari di SMA tetapi agak cemas memikirkan bagaimana kalau tidak lulus ujian sehingga tidak bisa masuk SMA manapun. Raporku tampaknya tidak bagus. Harapan dan kecemasan bercampur dalam hati.
Tampaknya tidak mungkin aku satu SMA dengan Tsubasa karena aku tidak sepintar dia. Tsubasa murid pandai dan selalu masuk peringkat tiga besar. Sedangkan aku masuk peringkat menengah ke bawah saja.
Aku tidak mau kalau Tsubasa menurunkan target SMA yang diinginkannya hanya demi aku. Makanya akulah yang harus berusaha supaya bisa masuk ke SMA yang sama.
”Sekolah ini seragamnya cantik. Model Sailor.” Aku menatap katalog halaman yang berwarna.
”Kalau aku lebih suka seragam blazer yang di sampingnya.”
”Kalau begitu aku pilih sekolah ini.”
”Nggak boleh!”
Kami berdua tertawa.
Tiba-tiba Tsubasa bersembunyi di balik rak buku.
“Ada apa?”
“Lihat di balik pintu!” bisiknya.
Aku melihat sekelompok anak kelas satu tadi memasuki toko buku.
“Bisa runyam kalau ketahuan,” kata Tsubasa lalu menarik tanganku. Aku pun bersembunyi di balik rak buku.
Anak-anak itu memasuki toko buku dengan ribut. Obrolan mereka terdengar sampai sini.
”Kita dapat fotonya Kak Tsubasa!”
“Cepat dicetak!”
“Oke, oke!”
Mereka tampak sangat gembira.
“Hei, yang tadi bersama Kak Tsubasa, manajer klub sepak bola, kan?” kata seorang dari mereka.
Deg. Mereka membicarakanku.
“Ya. Dia pacarnya Kak Tsubasa.”
“Masa?”
“Dia tidak penting.”
“Cuma debu.”
“Ya, ya!”
“Dia tidak cocok dengan Kak Tsubasa.”
Glek!? Debu? Mereka kan tidak perlu mengucapkannya.
“Hm, apa ya peribahasanya?”
“Memberi mutiara kepada babi.”
“Memberi uang kepada kucing.”
Lalu semua tertawa. Peribahasa itu semua berarti melakukan hal yang sia-sia karena memberikan barang berharga kepada sesuatu yang tidak bisa menghargainya. Kejam!
“Daripada dia lebih cantik aku, kan?”
“Ya. Jelas Hinata lebih cantik!”
“Aku akan merebut Tsubasa darinya!”
Bicara apa dia? Terlalu percaya diri.
Anak yang disebut Hinata tadi berambut bob model pendek dengan aksen poni yang jatuh sampai alis matanya. Sedikit dicat dengan warna cokelat. Senyumannya terlihat polos. Anak itu memang manis.
Kalau Sumire itu cewek idola, Hinata seperti seorang model. Cocok dengan nama mereka.
“Kaho, kita pergi, yuk!” Tsubasa menarik lenganku. ”Mereka tidak menyenangkan.”
Sekarang sudah memasuki bulan Juni. Sebuah bola sepak menggelinding di tengah lapangan. Seorang cowok berseragam putih bernomor punggung sepuluh dengan napas yang memburu dan otot kaki yang tegang melompat terbang seperti burung yang mengepakkan sayapnya, lalu menyepak bola. Sesaat waktu terasa berhenti. Bola bergulir masuk ke gawang.
Ya, aku melihatnya. Dia mempunyai sayap yang tak tampak sehingga bisa melompat di udara seperti tadi. Sesuai dengan namanya, Tsubasa (sayap).
Kapten klub sepak bola itu ganteng, kan? Sepertinya setiap hari aku bisa jatuh cinta padanya. Namanya Tsubasa Oishi, sedangkan namaku Kaho Hirooka. Aku adalah manajer klub sepak bola. Aku dan Tsubasa sudah berpacaran selama satu tahun. Jadi, cowok ganteng itu pacarku. Aku jadi malu sendiri.
”Terima kasih!”
”Sampai jumpa!”
”Bye, bye!”
Latihan sepak bola sudah selesai, kami mau pulang ke rumah masing-masing. Di gerbang sekolah, kami berpisah dan saling melambaikan tangan. Aku dan Tsubasa sekarang sudah naik ke kelas tiga SMP.
” Kaho, besok bikinin biskuit lagi, ya!”
”Mau lagi?”
”Boleh kan? Lagi pula kamu nggak ada kerjaan, kan?”
Huh! Dasar Rihito! Nama lengkapnya Rihito Arisue. Dia anggota klub sepak bola, kelas dua SMP. Padahal dia adik kelasku, tetapi dari awal sudah sok akrab dan cerewet.
Dia cocok sekali pakai kemeja putih seragam sekolah kami dengan dasi acak-acakan. Wajahnya tampan dengan mata yang lebar. Rihito tampak lebih dewasa daripada tahun lalu.
”Enak saja bilang aku nggak ada kerjaan! Sebentar lagi aku ujian kelulusan!”
”Semuanya sibuk kursus. Tapi yang nggak pergi kursus Cuma Kaho saja.”
”Karena di rumah, Kak Maho sudah jadi guru privatku”
”Oh, iya. Wah, enak kalau di rumah ada mahasiswa Universitas Tokyo.”
Maho adalah kakak tertuaku. Mulai tahun kemarin, dia menjadi mahasiswa tingkat dua di Universitas Tokyo.
”Malam ini kami mau belajar buat persiapan ujian akhir.”
”Padahal biskuitnya Kaho yang paling enak. Aku kan cerewet soal rasa.”
”Ya, sudah. Tapi yang plain saja, ya!”
”Boleh. Lalu, kemarin yang rasa teh juga enak, lho!”
”Oke, kubuatin malam ini.”
”Benar? Kalau begitu malam ini aku pergi ke rumah Kaho untuk makan.”
”Kamu mau datang lagi?”
”Tunggu, tunggu! Ini nggak bisa dibiarin!” Tiba-tiba Sumire memotong obrolan kami.
Sumire Ito adalah teman sekelasku. Sama seperti aku, dia juga manajer sepak bola. Sumire pun kalau nggak cerewet seperti itu, pasti cantik dan jadi pujaan cowok.
”Rihito mau ke rumah Kaho?”
“Ya, orang tua kami kan teman akrab.”
”Benar Cuma itu alasannya?”
”Hm, sebenarnya aku pingin merebut Kaho dari Tsubasa.”
Lagi-lagi dia berkata seperti itu! Tentu saja Tsubasa yang ada di samping Sumire kaget. Tetapi Sumire malah teryawa sinis.
”Rihito, sebaiknya kamu menyerah saja! Kamu tahu kan bagaimana hubungan mereka? Hei, Kaho, Tsubasa, kalian sudah pakai kupon yang kuberikan waktu karyawisata sekolah, kan?”
Hyaaaa!
”Hei, Sumire! Jangan teriak-teriak gitu, dong!”
Maksud kupon itu adalah potongan tarif untuk Love Hotel. Ah, tapi jangan salah sangka dulu! Aku belum pernah masuk ke tempat itu sekalipun. Sebenarnya Sumire lah yang memaksa kami untuk menerimanya karena hotel itu dikelola papanya. Hubunganku dan Tsubasa nggak seperti itu!
”Bagaimana? Kalian melewati saat-saat yang menyenangkan?” Sumire sengaja mengucapkannya di depan Rihito.
Aku dan Tsubasa menggeleng dengan muka memerah. ”Kami nggak pakai.”
”Belum dipakai?”
”Nggak akan.”
”Kalian harus menerima kebaikan orang lain, dong!”
”Sumire, suaramu terlalu besar.”
”Kupikir kalian sudah memakainya. Ini kukasih lagi.” Dari dalam tasnya, Sumire mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih.
”Sudahlah. Kami nggak perlu pakai itu.”
”Jangan malu-malu. Papaku juga sudah kasih izin.”
”Kami nggak ada rencana kesana.”
Bagaimana sih papanya Sumire? Ayah dan anak sama saja. Kami kan baru kelas tiga SMP.
”Bukan apa-apa!” sahutku panik.
”Kenapa kamu, Kaho? Nggak ada yang perlu disembunyiin, kan?” Suara Rihito menajam.
”Payah nih, Sumire! Aku dikasih juga, dong!” Rihito merebut kupon itu dari tangan Sumire.
”Nggak boleh!” Dengan panik kurebut amplop itu dari Sumire dan langsung memasukkannya ke dalam tasku.
”Kenapa kamu, Kaho?”
”Ini rahasia cewek. Ya, kan Sumire?”
”Ya.” Sumire tertawa mengejek. ”Hihiiii ternyata Kaho mau juga kuponnya.”
”Bu, bukan begitu...”
”Pulang, yuk!” teriak Sumire, lalu mengibaskan ujung rok seragamnya.
”Sampai jumpa!” kata semua sambil melambaikan tangan.
Aku menghela napas panjang.
”Payah sekali Sumire,” gerutu Tsubasa sambil menggaruk kepalanya.
”Ya.” Aku menghela napas panjang lagi.
Siang hari di bulan Juni rasanya memang sangat panjang. Meskipun sudah sore, tapi masih terang. Tanaman di pinggir jalan berkilauan memantulkan warna hijaunya. Udara terasa lembab.
Tahun ini juga aku harus mengucapkan selamat tinggal pada klub sepak bola. Sebenarnya aku nggak mau. Perasaanku jadi sedih kalau mengingatnya. Dimanakah aku berada tahun depan? Apa ada SMA yang bisa dimasuki oleh anak bodoh sepertiku?
Tsubasa bilang kalau dia ingin aku masuk SMA yang sama dengannya. Aku senang mendengarnya tetapi sebenarnya tingkat kepintaran kami berbeda. Seperti jurang antara mimpi dan kenyataan.
” Kaho, ayo pulang!”
”Ya.” Aku mengangguk
Poni Tsubasa menutupi dahinya. Dia tersenyum. Aku sangat suka senyumnya itu. Seperti biasa, aku dan Tsubasa berjalan beriringan.
” Kaho, bagaimana kalau kita mampir ke toko buku?”
”Ayo!”
”Aku mau membeli buku referensi.”
”Wah, mau belajar untuk ujian, ya?”
”Tentu saja. Siapa dulu, Tsubasa!”
Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara tinggi yang manja dan manis seperti permen. Aku dan Tsubasa menoleh dan melihat lima orang anak cewek berseragam SMP yang sama denganku.
Mereka tampak seperi anak kelas satu.
”Ayo, cepat!”
”Ayo, bilang!”
Mereka berlima saling sikut-menyikut dengan pipi memerah.
”Nggak, ah! Malu!”
Mereka berlima ribut sendiri. Salah satu dari mereka berkata, ”Kami semua penggemar Kak Tsubasa. Selamat berjuang untuk pertandingan terakhir nanti, ya!”
Hm, pertandingan terakhir. Tetapi bagi kami murid kelas tiga, pertandingan bulan Juni ini merupakan upacara terakhir.
”Bolehkah kami berfoto bersama Kakak?”
Lalu mereka menggerumuni Tsubasa. Tsubasa sampai terkejut. Aku terdorong sampai jatuh ke aspal. Pada saat yang bersamaan terdengar suara blitz kamera.
“Terima kasih!” kata anak-anak itu.
Mereka berteriak-teriak sambil melarikan diri.
” Kaho, kamu nggak apa-apa?” Dengan panik Tsubasa berjongkok melihat keadaanku. ”Kejamnya mereka!” Tsubasa mengulurkan tangan.
Sesaat aku merasa sedih lalu mencoba berdiri lalu menepuk-nepuk rokku untuk menepiskan pasir dan debu.
”Kamu terluka?”
”Nggak kok, sudahlah. Ayo, kita ke toko buku.”
”Ya.”
Toko buku itu ada di sebelah sekolah. Bangunannya terdiri dari dua lantai dan cukup luas. Tanpa kebingungan aku dan Tsubasa langsung masuk ke lantai satu dan menuju ke sudut yang terdalam, tempat buku referensi ujian.
Setelah mengambil buku referensi bahasa Inggris, Tsubasa membukanya. Aku membuka-buka secara acak buku panduan SMA di Jakarta.
“Mau masuk SMA mana?”
“Hm, yang mana ya?”
“Mau negeri atau swasta?”
Obrolan seperti itu membuatku agak tertekan. Aku memang merindukan hari-hari di SMA tetapi agak cemas memikirkan bagaimana kalau tidak lulus ujian sehingga tidak bisa masuk SMA manapun. Raporku tampaknya tidak bagus. Harapan dan kecemasan bercampur dalam hati.
Tampaknya tidak mungkin aku satu SMA dengan Tsubasa karena aku tidak sepintar dia. Tsubasa murid pandai dan selalu masuk peringkat tiga besar. Sedangkan aku masuk peringkat menengah ke bawah saja.
Aku tidak mau kalau Tsubasa menurunkan target SMA yang diinginkannya hanya demi aku. Makanya akulah yang harus berusaha supaya bisa masuk ke SMA yang sama.
”Sekolah ini seragamnya cantik. Model Sailor.” Aku menatap katalog halaman yang berwarna.
”Kalau aku lebih suka seragam blazer yang di sampingnya.”
”Kalau begitu aku pilih sekolah ini.”
”Nggak boleh!”
Kami berdua tertawa.
Tiba-tiba Tsubasa bersembunyi di balik rak buku.
“Ada apa?”
“Lihat di balik pintu!” bisiknya.
Aku melihat sekelompok anak kelas satu tadi memasuki toko buku.
“Bisa runyam kalau ketahuan,” kata Tsubasa lalu menarik tanganku. Aku pun bersembunyi di balik rak buku.
Anak-anak itu memasuki toko buku dengan ribut. Obrolan mereka terdengar sampai sini.
”Kita dapat fotonya Kak Tsubasa!”
“Cepat dicetak!”
“Oke, oke!”
Mereka tampak sangat gembira.
“Hei, yang tadi bersama Kak Tsubasa, manajer klub sepak bola, kan?” kata seorang dari mereka.
Deg. Mereka membicarakanku.
“Ya. Dia pacarnya Kak Tsubasa.”
“Masa?”
“Dia tidak penting.”
“Cuma debu.”
“Ya, ya!”
“Dia tidak cocok dengan Kak Tsubasa.”
Glek!? Debu? Mereka kan tidak perlu mengucapkannya.
“Hm, apa ya peribahasanya?”
“Memberi mutiara kepada babi.”
“Memberi uang kepada kucing.”
Lalu semua tertawa. Peribahasa itu semua berarti melakukan hal yang sia-sia karena memberikan barang berharga kepada sesuatu yang tidak bisa menghargainya. Kejam!
“Daripada dia lebih cantik aku, kan?”
“Ya. Jelas Hinata lebih cantik!”
“Aku akan merebut Tsubasa darinya!”
Bicara apa dia? Terlalu percaya diri.
Anak yang disebut Hinata tadi berambut bob model pendek dengan aksen poni yang jatuh sampai alis matanya. Sedikit dicat dengan warna cokelat. Senyumannya terlihat polos. Anak itu memang manis.
Kalau Sumire itu cewek idola, Hinata seperti seorang model. Cocok dengan nama mereka.
“Kaho, kita pergi, yuk!” Tsubasa menarik lenganku. ”Mereka tidak menyenangkan.”
Sabtu, 18 Desember 2010
L of GLEE :)
Glee adalah serial drama komedi musikal yang ditayangkan di channel Fox di Amerika Serikat. Menceritakan tentang sebuah klub paduan suara yang bernama "New Directions", di sebuah sekolah bernama William McKinley High School di Ohio. Waktu pertama liat, rada ga ngeeh sih, but lama-lama ternyata keren juga. Enggak cuma disuguhi cerita seputaran anak SMA aja, tapi disetiap episodenya pasti ada lagu-lagu yang dibawakan dengan gaya mereka yang pasti.
Detective Conan: The Private Eyes' Requiem
Seorang pria misterius meminta Kogoro Mouri untuk pergi ke Yokohama. Dia juga meminta Ran, Conan, dan yang lainnya untuk pergi dengan Kogoro. Tetapi itu adalah sebuah perangkap, dan Ran dan Grup Detektif Cilik dibawa sebagai sandera. Kasus ini, yang diberi oleh pria misterius itu ke Kogoro, harus diselesaikan dalam 12 jam, atau bom, yang dipakai oleh Ran dan yang lainnya, akan meledak. Pelaku tindak kriminal juga mengetahui bahwa Conan adalah Shinichi Kudo. Heiji Hattori dan Kaito Kid juga muncul di dalam film ini.
Duet antara Shinichi Kudo dan Heiji Hattori yang bagus :) . two tumbs up!
Duet antara Shinichi Kudo dan Heiji Hattori yang bagus :) . two tumbs up!
Detective Conan: The Phantom of Baker Street
Lihat film Detective Conan yang satu ini, cuma satu kata "KEREN" . Ceritanya gini, awal cerita menunjukkan seorang anak jenius bernama Hiroki bunuh diri setelah semua tekanan diletakkan padanya, meninggalkan program bernama "Noah's Ark", yang tumbuh 5 tahun hanya dalam 1 tahun. Sekarang, Conan, Ai, Ran, dan Grup Detektif Cilik adalah 6 dari 50 anak yang terpilih untuk mencoba sebuah permainan maya. Ada berbagai petualangan yang dapat dipilih. Sementara itu, terjadi pembunuhan di dunia nyata dan pesan kematian yang ditinggalkan korban adalah "JTR" yang mengacu pada "Jack the Ripper" yang ada dalam permainan maya itu. Jadi Conan dan teman- temannya memasuki Kota London pada masa abad ke-19 (pada masanya Jack the Ripper), untuk mencari tahu petunjuk untuk menyelesaikan kasus pembunuhan di dunia nyata. Tetapi setelah semua anak berada di dalam permainan tersebut, Noah's Ark (sebuah program otomatis berteknologi tinggi) menutup semua jalur akhir dari permainan tersebut. Sekarang, permainan tidak berdosa itu menjadi sebuah masalah hidup dan mati. Jika anak- anak tersebut tidak menyelesaikan permainan tersebut, mereka semua akan mati. Satu per satu anak "mati" dalam permainan itu, setelah itu Conan dan lainnya menyelesaikan teka- teki dalam permainan itu untuk menangkap Jack the Ripper. Pada waktu yang bersamaan, Yusaku Kudo (ayah Shinichi) yang berada di sana (karena dia juga turut serta dalam pembuatan permainan itu), menyelesaikan kasus pembunuhan di dunia nyata setelah mengetahui petunjuk yang dicari tahu Conan. Setelah itu, Ran "bunuh diri" (di permainan itu) untuk membunuh Jack the Ripper (yang saat itu menghubungkan dirinya pada Ran dengan sebuah tali). Akhirnya, Conan pun menyelamatkan semua orang dari permainan itu.
Ending yang jereng-jereng, dan penyelesaian kasus yang bikin mulut nganga :o
Langganan:
Komentar (Atom)




